Politik Uang Sulit Dicegah, Ferry Liando: Masyarakat Hati-hati Tentukan Pilihan

oleh -167 Dilihat

Manado, indosiber.com- Tindakan jual beli suara pada pemilu 2024 kemungkinan besar masih akan sulit dicegah. Penyebabnya adalah tidak direvisinya UU 2 Tahun 2008 tentang Parpol dan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dua UU ini menjadi pemicu utama terjadinya jual beli suara.

Hal ini disampaikan Dr Ferry Daud Liando SIP, MSi saat tampil sebagai nara sumber dalam acara Deklarasi Kampanye Damai dan Tolak Politik Uang yang digelar Bawaslu Sulut, Jumat (22/12/2023).

Menurut Liando yang juga dosen Kepemiluan Fisip Unsrat itu,  Kedua Undang-undang itu tidak mengatur secara ketat apa kewajiban parpol dalam mengikuti proses pemilu serta tidak mengatur kewajiban parpol dalam mengawal calon-calon yang berkontestasi serta sanksi-sanksi jika kewajiban itu tidak dipenuhi.

“Tidak ada norma yang mengatur kewajiban parpol untuk proses kaderisasi anggota untuk kurun waktu tertentu sebelum diseleksi menjadi bakal calon. Jika proses kaderisasi tidak diwajibkan maka wajar jika banyak caleg bermasalah dari aspek kepemimpinan, kapasitas dan etika. Masih banyak parpol yang tidak melakukan proses kaderisasi serta banyak yang menjadi calon tapi tidak melewati proses seleksi yang ketat,”ulas Liando.

Lanjutnya, Jual beli suara yang kerap dilakukan oleh caleg merupakan bukti bahwa parpol gagal membentuk karkter dan etika bagi kader-kadernya. Pelaku politik uang hanya bisa dilakukan oleh aktor-aktor yang minim integritas dan moral. Menghalalkan segala cara untuk menang.

“Jual beli suara terjadi juga karena para pelaku sangat minim kontribusinya di masyarakat. Karena kontribusinya nihil menyebabkan popularitasnya juga nihil.

Padahal semakin tinggi kontribusi sosial seseorang maka akan mempengaruhi popularitasnya,”sambung putra Desa Malola, Kabupaten Minsel itu.

Kata Liando, Belakangan ini banyak cara yang dilakukan oleh para politisi instan itu yakni rajin berdiakonia, rajin menjadi panitia dalam kegiatan-kegiatan keagamaan serta rajin memasang baliho atau iklan di media massa.

“Jika para calon mengandalkan suap atau sogokan terhadap pemilih maka potensi yang bisa terjadi adalah terpilihnya calon-calon politisi DPR/DPRD yang tidak diharapkan. Bisa jadi kapasitas dan integritasnya di ragukan sehingga mustahil janji-janji politiknya saat kampanye dapat di wujudkan,”tegasnya.

Liando berharap para pemilih untuk berhati-hati menentukan pilihan. Jika ada caleg yang menawarkan uang atau imblan lain, kemungkinkan motivasi caleg itu tidak betul-betul untuk melayani rakyat, akan tetapi hanya untuk kepentingan mendapatkan keuntungan ekonomi, kepentingan ststus sosial untuk di hormati serta kepentingan mendapatkan pengaruh.

 

Jika caleg itu berkarakter dan berintegritas, maka tidak akan mungkin baginya menghalalkan segala cara untuk terpilih termasuk menyogok atau menyuap pemilih. (*/Mon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *